Search

Masa Depan Energi Gas – Bebas Akses - kompas.id

Optimalisasi konsumsi energi gas di dunia, khususnya Indonesia, sangat mungkin terwujud pada masa depan. Perhitungan potensi gas alam di Indonesia menunjukkan besaran yang relatif lebih baik ketimbang negara lain di Asia dan Pasifik, sementara produksi dan konsumsi gas masih terbilang rendah.

Mengutip laporan BP Statistical Review of World Energy, konsumsi energi primer dunia tahun 2019 tercatat tumbuh hingga 2,9 persen. Angka pertumbuhan ini dua kali lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan 10 tahun belakangan, yakni 1,5 persen.

Dengan kata lain, sejak 2010 terjadi pertumbuhan konsumsi energi yang luar biasa. Peningkatan pesat ini terjadi di China, India, dan paling utama adalah Amerika Serikat yang merupakan pemakai terbesar selama 30 tahun terakhir. Sayangnya, ada konsekuensi lain dari perkembangan ini, yaitu emisi karbon yang ikut melonjak sekitar 2 persen dalam tujuh tahun terakhir.

Merujuk publikasi Global Carbon Project, lembaga peneliti iklim dunia di Canberra, Australia, negara India dan China tergolong penghasil emisi terbesar dunia. Tahun ini, menurut publikasi lembaga itu, jumlah emisi karbon diperkirakan masih meningkat 0,6 persen walaupun pertumbuhannya melambat dibandingkan dengan perubahan dua tahun terakhir.

Publikasi Global Carbon Project juga mencatat, 40 persen emisi karbon bersumber dari energi batubara, disusul minyak bumi (34 persen). Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa sumber energi gas alam memiliki dampak emisi karbon yang lebih kecil sehingga lebih ramah lingkungan.

Emisi yang terus bertambah akan berdampak juga pada Indonesia jika penggunaan sumber energi yang menyumbang banyak karbon tersebut terus meningkat. Dalam konteks ini, Indonesia sebenarnya berpeluang mereduksi penggunaan sumber energi minyak bumi dan batubara karena memiliki gas bumi yang terbilang besar.

Sampai dengan tahun 2018, data BP Statistical Review of World Energy menunjukkan, cadangan gas bumi Indonesia berada di peringkat kedua setelah China untuk seluruh kawasan Asia Pasifik. Satu dasawarsa sebelumnya, Indonesia bahkan menduduki peringkat teratas dalam cadangan gas bumi di wilayah Asia Pasifik.

Data juga menunjukkan posisi cadangan gas China yang meningkat tajam sepanjang tahun 2008-2018. Peningkatan tajam cadangan gas di China tak lepas dari impor gas alam besar-besaran yang dilakukan pemerintah negara itu. China sampai sekarang tercatat sebagai pengimpor LNG terbesar di dunia sehingga mencatat produksi 161,5 miliar meter kubik pada 2018. Pertumbuhan produksi gas di China mencapai 8,3 persen sepanjang tahun 2017-2018 atau tumbuh 21 miliar meter kubik.

Angka itu melampaui pertumbuhan produksi gas secara global yang rata-rata hanya meningkat 5,2 persen tahun 2017-2018 atau lebih kurang 190 miliar meter kubik. Separuh pertumbuhan sepanjang 2017-2018 berasal dari Amerika Serikat (86 miliar meter kubik). Sejumlah negara yang juga mencatat pertumbuhan tinggi pada produksi gas adalah Rusia sebesar 34 miliar meter kubik serta Iran dan Australia masing-masing 19 miliar dan 17 miliar meter kubik.

Australia mencatat pula pertumbuhan mengesankan pada produksi gas sepanjang 2017-2018, yakni mencapai 15,3 persen. Adapun produksi gas alam Indonesia tahun 2017-2018 hanya tumbuh 0,4 persen.

Sebenarnya, secara kuantitas, Indonesia menduduki peringkat kedua produsen gas alam di wilayah Asia Pasifik tahun 2008. Produksi gas alam Indonesia tahun 2008 mencapai 74,8 miliar meter kubik, di bawah China yang memproduksi gas alam 80,9 miliar meter kubik. Bahkan, produksi gas alam Indonesia tercatat masuk dalam peringkat ke-10 dunia sebesar 76,2 miliar meter kubik tahun 2015.

Sudah Berlangganan? Silakan Masuk

Sambut Tahun 2020 dengan Diskon Tiada Henti!!

Nikmati diskon 50% untuk bundle buku pilihan. Dapatkan juga diskon 30% pakai kode promo DISKONTERUS untuk belanja di Gerai. Periode 20-31 Des 201

Sampai tahun lalu, posisi Indonesia dalam produksi sumber energi ini masih menempati peringkat ketiga di seluruh kawasan Asia Pasifik. Produksinya mencapai 73,2 miliar meter kubik, di bawah China (161,5 miliar meter kubik) dan Australia (130,1 miliar meter kubik).

Pola yang sama terjadi pada sisi konsumsi. Tahun 2018, China, Jepang, dan India merupakan negara di peringkat tiga teratas konsumen gas di kawasan Asia Pasifik. Melihat tren konsumsi di kawasan ini, tahun 2008, Indonesia masih tercatat di peringkat kelima (39,7 miliar meter kubik), di bawah Jepang (99,1 miliar meter kubik), China (81,9 miliar meter kubik), Malaysia (43,5 miliar meter kubik), dan India (40 miliar meter kubik).

Tahun 2018, peringkat konsumsi gas alam Indonesia justru turun. Konsumsi gas alam Indonesia tahun lalu hanya tercatat 39 miliar meter kubik. Angka konsumsi itu jauh di bawah konsumsi gas di China yang mencapai 283 miliar meter kubik, Jepang 115,7 miliar meter kubik, India 58,1 miliar meter kubik, Korea Selatan 55,9 miliar meter kubik, dan Thailand 49,9 miliar meter kubik.

Dengan angka konsumsi tersebut, tahun 2018, Indonesia hanya menduduki peringkat kedelapan sesudah dua negara tetangga di kawasan ASEAN, Malaysia dan Thailand. Dalam skala global, konsumsi Indonesia masih terbilang kecil untuk negara berpenduduk 265 juta jiwa (2018) jika dibandingkan dengan penduduk Malaysia yang hanya berjumlah 32,4 juta jiwa atau Thailand yang berpenduduk 64,4 juta jiwa.

Masih rendahnya konsumsi gas Indonesia tecermin juga dari rasio ekspor gas terhadap produksinya. Dalam 10 tahun belakangan, rasio ekspor gas terhadap produksi hanya berkurang 10 persen. Tahun lalu, rasio ekspor gas masih mencapai 40 persen dari seluruh total produksi gas alam di Indonesia. Tren tersebut menunjukkan bahwa produksi yang dimanfaatkan untuk konsumsi sesungguhnya juga tidak banyak meningkat dalam 10 tahun belakangan.

Sementara itu, pemanfaatan gas bumi sudah diatur pemerintah melalui sejumlah kebijakan, di antaranya undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan Menteri ESDM, yang semuanya mengacu pada Undang-Undang Energi Nomor 30 Tahun 2007. Untuk jangka panjang, ada Kebijakan Energi Nasional yang terlihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014.

Mengacu pada Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027 yang dipublikasikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada 2025 gas bumi diharapkan mampu memberikan kontribusi minimal 22 persen dari total konsumsi energi nasional. Tahun 2050, gas bumi ditargetkan berkontribusi minimal 24 persen dari seluruh bauran energi nasional.

Ditekankan pula, pengembangan infrastruktur dan jaringan distribusi gas alam hingga ke konsumen menjadi prioritas, terutama wilayah dengan konsumsi bahan bakar minyak yang tinggi dan wilayah strategis yang jaringan gasnya belum dikembangkan.

Tantangan yang akhirnya harus dijawab adalah sanggupkah Indonesia mewujudkan target konsumsi gas bumi tiga dasawarsa ke depan tersebut? Salah satu jawaban untuk tantangan ini boleh jadi terletak pada pemanfaatan seoptimal mungkin bahan bakar gas (BBG) untuk angkutan umum dan kendaraan pribadi. Sektor transportasi ini berpotensi meningkatkan konsumsi gas sekaligus mengurangi dampak emisi karbon.

Hingga 2017, jumlah mobil penumpang, bus, mobil barang, dan sepeda motor mencapai 138.556.669 unit. Semuanya bisa dibilang masih mengandalkan bahan bakar minyak (BBM). Sampai sekarang sektor transportasi terbilang yang banyak mengonsumsi BBM.

Setiap hari Indonesia mengimpor minyak mentah dan BBM 700.000-800.000 barel. Separuhnya untuk memenuhi konsumsi BBM nasional yang mencapai 1,5 juta-1,6 juta barel per hari. Adapun kemampuan produksi dalam negeri kurang dari 800.000 barel per hari.
(Litbang Kompas)

Let's block ads! (Why?)



"masa" - Google Berita
December 30, 2019 at 04:00AM
https://ift.tt/2F34i4D

Masa Depan Energi Gas – Bebas Akses - kompas.id
"masa" - Google Berita
https://ift.tt/2lkx22B

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Masa Depan Energi Gas – Bebas Akses - kompas.id"

Post a Comment

Powered by Blogger.