Search

Emil Salim: Omnibus Law Membuat Indonesia Kembali Ke Masa Lalu - kompas.id

KOMPAS/NIKSON SINAGA

Massa dari 11 organisasi buruh/pekerja yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Buruh Daerah Sumut menyampaikan penolakan terhadap payung hukum Omnibus Law ketenagakerjaan, di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, Medan, Kamis (23/1/2020).

JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah kalangan organisasi lingkungan maupun pegiat lingkungan menilai pembahasan rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja minim transparansi dan konsultasi publik. Masa penyusunan yang ditarget hanya 100 hari dinilai terburu-buru sehingga berpotensi menimbulkan penolakan publik. Pembahasan omnibus law itu dituding demi kepentingan ekonomi semata, konsep pembangunan kuno yang ditinggalkan banyak negara.

Pemerintah diminta tidak menutup diri dan membuka diri kepada publik terkait pembahasan naskah akademis dan rancangan undang-undang. Ini agar masyarakat bisa sejak dini memberi masukan sehingga implikasi pemberlakuannya meminimkan dampak buruk bagi masyarakat dan ruang hidupnya.

“Ketika saya membaca omnibus law, saya merasa kembali ke masa ekonomi thok (saja). Eksternalitas (dampak lingkungan dan sosial) digeser,” kata Emil Salim, tokoh ekonomi lingkungan,Selasa (28/1/2020) di Jakarta, dalam lepas sambut Direktur Eksekutif Lembaga Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) dari Henri Subagiyo kepada Raynaldo Sembiring.

Ketika saya membaca omnibus law, saya merasa kembali ke masa ekonomi thok (saja). Eksternalitas (dampak lingkungan dan sosial) digeser.

Ia mengatakan fenomena ini seolah menjadikan Indonesia kembali ke masa tahun 1960-an ketika Indonesia dan negara-negara dunia menjadikan ekonomi sebagai fokus capaian. Padahal, pada masa kini, paradigma pembangunan adalah pembangunan berkelanjutan yang memperhitungkan lingkungan beserta dimensi sosial tersebut.

Baca juga Presiden Minta Dukungan untuk Atasi Obesitas Regulasi

Pada diskusi yang digelar ICEL pagi harinya terkait Omnibus Law dari sisi lingkungan, Asisten Deputi Pelestarian Lingkungan Kementerian Koordinator Perekonomian Dida Gardera menyatakan pemerintah sepakat pembangunan ekonomi harus memerhatikan aspek lingkungan. “Tidak ada dikotomi lagi terkait ekonomi dan lingkungan. Peraih Nobel Ekonomi 2018 mengatakan pertimbangkan aspek lingkungan maka ekonomi akan bertumbuh,” kata dia. 

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Lembaga Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) menggelar diskusi terkait omnibus law dari sisi lingkungan, Selasa (28/1/2020) di Jakarta. Diskusi menghadirkan (dari kiri) Laode Syarif (mantan komisioner KPK/Pembina ICEL/Direktur Eksekutif Kemitraan), Alamsyah Saragih (anggota Ombudsman RI), Dzulfian Syafrian (Indef), Dida Gardera (Asdep Pelestarian Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Perekonomian), Halim Kalla (Wakil Ketua Kadin bidang Energi Terbarukan dan Lingkungan Hidup), Mas Achmad Santosa (CEO Indonesia Ocean Justice Initiative), dan Prita Laura (moderator).

Tudingan omnibus law atau RUU Sapu Jagad – yang akan “menyapu” puluhan pasal dalam perundang-undangan di Indonesia  – bakal mengesampingkan lingkungan karena pemerintah hendak menghilangkan izin lingkungan. Selain itu, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) menjadi bagian dari izin usaha serta hanya diberlakukan bagi kegiatan yang berdampak penting.

Ia mengatakan pada era Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat izin lingkungan karena terdapat celah besar antara lingkungan dan ekonomi. Dida Gardera mengatakan langkah ini dilakukan untuk mengembalikan kitah Amdal.

Sudah Berlangganan? Silakan Masuk

Akses yang Perlu, Cukup 1 Minggu

Telah hadir paket Kompas Digital Premium 1 minggu! Langganan sekarang dan nikmati akses referensi tepercaya untuk kebutuhan.

 “Di dunia ini hanya Indonesia yang memasukkan Amdal ke dalam rezim izin,” kata dia. Perizinan seperti ini membuat pelaksanaan Amdal menitikberatkan pada sisi birokrasi, bukan pada substansi. Kondisi ini dianggap membuat izin lingkungan tidak terlalu efektif mencegah kerusakan lingkungan.

Dida menyatakan penyusunan omnibus law tidak mengurangi kualitas pertimbangan lingkungan. “Yang dipangkas itu hanya birokrasi, dan tidak juga mengurangi peran masyarakat, difokuskan pada masyarakat yang terkena dampak langsung,” kata dia. 

Pendekatan berbasis risiko

Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan omnibus law mengubah rezim izin menjadi rezim standar dan menggunakan pendekatan berbasis risiko. Ia mengatakan Ombudsman RI pernah mengundang Kementerian Koordinator Perekonomian untuk mendalami omnibus. “Namun ditolak karena katanya belum ada arahan presiden dan persetujuan menteri. Ini pertama kali kami dapat jawaban seperti ini,” ujarnya.

Ia pun menyoroti transparansi pemerintah terkait draft RUU Cipta Lapangan Kerja yang penyusunannya sangat tertutup. Pemerintah beralasan nanti dalam waktu dekat draft RUU akan diserahkan kepada DPR.

Ahmad Alamsyah mengingatkan agar masyarakat jangan diadu dengan wakilnya (DPR). Ia mencontohkan demo besar-besaran beberapa waktu lalu (terkait revisi UU KPK) yang membenturkan masyarakat dan wakil rakyat di DPR.

Ombudsman pun menyoroti ketimpangan tim penyusun Omnibus Law yang hanya terdiri dari pemerintah dan pengusaha (Kadin) sebagai penerima manfaat. Menurutnya, masyarakat sebagai penerima dampak wajib diikutsertakan meski risikonya adalah kebutuhan waktu yang lebih panjang. 

Halim Kalla, Wakil Ketua Kadin bidang Energi Terbarukan dan Lingkungan Hidup, mengatakan draft bukan dibuat pengusaha/Kadin. “Jadi draft ini kita terima, kita cuma koreksi, mungkin titik koma. Kita (kami) diberi waktu sangat singkat sekali,” ungkapnya. 

Let's block ads! (Why?)



"masa" - Google Berita
January 29, 2020 at 06:07AM
https://ift.tt/2t9XyzI

Emil Salim: Omnibus Law Membuat Indonesia Kembali Ke Masa Lalu - kompas.id
"masa" - Google Berita
https://ift.tt/2lkx22B

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Emil Salim: Omnibus Law Membuat Indonesia Kembali Ke Masa Lalu - kompas.id"

Post a Comment

Powered by Blogger.