Search

Mitigasi Bersama Halau Covid-19 Rusak Masa Depan - kompas.id

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Ruangan isolasi RSUD Waled di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, disiapkan untuk merawat pasien terduga terjangkit virus korona. Pada Senin (27/1/2020) siang, seorang warga Cirebon dirawat di ruangan tersebut karena diduga terjangkit virus korona jenis baru.

Mungkinkah virus korona baru penyebab Covid-19 mewabah di Cirebon, Jawa Barat, seperti di Wuhan, China? Jawabannya bisa jadi perdebatan. Namun, tidak ada salahnya menyiapkan mitigasi penyebaran Covid-19 yang kini kian menggurita. Sejarah membuktikan, wabah penyakit rentan memicu perang hingga mengganggu masa depan masyarakat.

Wuhan di Provinsi Hubei merupakan kota pertama yang melaporkan 41 kasus infeksi Covid-19 pada akhir Desember 2019. Penyakit yang dipicu virus korona ini lalu menyebar ke seluruh China dengan total kasus lebih dari 81.000 dan korban meninggal 3.252 orang sesuai data Johns Hopkins University and Medicine pada Kamis (19/3/2020). Sebanyak 3.132 orang meninggal di Hubei.

Meskipun 71.249 warga China kini dinyatakan sembuh dari Covid-19, penyakit itu kadung merebak di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Bahkan, kasus di Tanah Air cenderung meningkat dari 227 positif Covid-19 pada Rabu (18/3/2020) menjadi 309 kasus hari Kamis. Sebanyak 15 orang sembuh. Namun, 25 pasien meninggal.

Di Cirebon, terkonfirmasi satu kasus positif Covid-19 pada Sabtu (14/3/2020). Warga Kabupaten Cirebon berjenis kelamin laki-laki itu dirawat di RSD Gunung Jati, Kota Cirebon. Pemkot pun memutuskan meliburkan kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kampus hingga akhir Maret. Aparatur sipil negara juga diminta kerja dari rumah.

Pembatasan kontak fisik dalam kerumunan diharapkan mengurangi potensi penularan virus. Apalagi, Cirebon yang berada di jalur pelintasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota seluas 37 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 320.000 jiwa itu bisa dipadati hingga 2 juta orang dari Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning).

Baca juga : Cirebon Kekurangan Ruang Isolasi, APD, dan Dokter Paru

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Spanduk berisi ajakan hidup bersih terpajang di peron Stasiun Cirebon, Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (5/3/2020). Selain menyediakan cairan pencuci tangan dan membagikan masker PT KAI juga mengoperasikan Rail Clinic atau kereta kesehatan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.

Selain memiliki pusat perbelanjaan, mal, bioskop, hingga kantor perwakilan pemerintah provinsi dan pusat, Kota Cirebon juga dilengkapi rel ganda kereta api dan Pelabuhan Cirebon. Setiap 7 menit, satu kereta api melintasi Stasiun Cirebon. RSD Gunung Jati di Cirebon juga menjadi rumah sakit rujukan utama penanganan Covid-19 di Ciayumajakuning, bersama RSUD Indramayu, untuk Jabar.

Itu sebabnya, menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon Edy Sugiarto, semua pihak harus bersiap menghadapi kemungkinan terburuk jika Covid-19 mewabah seperti di Wuhan. ”Perubahannya sangat-sangat cepat. Kemarin, orang dalam pemantauan terkait Covid-19 baru 8 orang, sekarang 13 orang,” katanya dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Covid-19 di Balai Kota Cirebon, Kamis.

Orang dalam pemantauan (ODP) adalah orang yang diduga pernah kontak dengan pasien positif Covid-19 atau mengunjungi daerah/negara yang memiliki wabah Covid-19. ODP juga bisa memiliki gejala seperti batuk, demam, dan gangguan saluran pernapasan ringan meski tidak dirawat.

Adapun pasien dalam pengawasan (PDP) adalah orang yang dirawat di ruang isolasi karena memiliki gejala Covid-19 dan pernah kontak dengan kasus infeksi Covid-19 atau mengunjungi daerah/negara tempat mewabahnya virus tersebut. Saat ini, enam PDP menjalani perawatan isolasi di RSD Gunung Jati.

Perubahannya sangat-sangat cepat. Kemarin, orang dalam pemantauan terkait Covid-19 baru 8 orang, sekarang 13 orang.

Penambahan ruang

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

PT KAI mengoperasikan Rail Clinic di Stasiun Cirebon, Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (5/3/2020). Selain pemeriksaan gigi, kereta tersebut juga melayani pemeriksaan kesehatan umum, gula darah, hingga kandungan. Layanan gratis itu juga untuk menyosialisasikan pencegahan penyebaran Covid-19.

”Di RSD Gunung Jati, sebenarnya ada 18 orang yang mengantre dirawat. Padahal, kapasitas ruangan isolasinya hanya enam tempat tidur. Itu pun sudah penuh,” ungkap Edy.

Akan tetapi, kondisi itu bisa lebih buruk. ”Jika virus mewabah di Cirebon seperti di Wuhan, kita membutuhkan ruangan isolasi baru dengan sekitar 200 tempat tidur. Kami akan siapkan Gedung Pusdiklatpri Cirebon untuk itu. Ini kemungkinan terburuk,” paparnya.

Direktur RSD Gunung Jati Ismail Jamaludin menilai, peningkatan jumlah ODP dan PDP berlangsung akhir Maret atau awal April. Menurut dia, seminggu terakhir, terdapat 3-5 ODP dan PDP yang datang ke RSD Gunung Jati untuk memeriksakan diri.

Mengantisipasi kekurangan ruangan isolasi, pihaknya telah mengosongkan sebuah bangunan untuk dijadikan ruangan isolasi dengan kapasitas 30 tempat tidur. Namun, ruangan itu belum memiliki tekanan negatif untuk mengatur suhu dan HEPA (high efficiency particulate air) filter yang menyaring udara bersih.

”Setidaknya, kami bisa menambah ruangan isolasi meski hanya mampu mengakomodasi sebagian pasien. Sisanya kami harapkan dari rumah sakit lain,” katanya.

Baca juga : Keterlambatan Penapisan Hambat Penanganan Korona

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Warga berjalan di koridor RSD Gunung Jati di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (5/2/2020). Perempuan berusia 25 tahun asal Hubei, China, dirawat di ruangan isolasi rumah sakit ini karena diduga terkena virus korona tipe baru. Warga negara asing ini datang ke Cirebon untuk latihan tari topeng.

Sebenarnya, PDP dapat mengisolasi diri di rumah. Namun, sejauh ini, pasien umumnya tinggal di rumah yang tidak begitu luas, padahal dihuni oleh keluarga besar. Karena itu, isolasi di rumah sakit diperlukan untuk memutus rantai penularan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Enny Suhaeni yang hadir dalam rapat juga bakal menambah ruangan isolasi di wilayahnya. Berdasarkan keputusan Pemprov Jabar, RSUD Arjawinangun, RSUD Waled, dan RS Paru Sidawangi menjadi rujukan lapis kedua untuk penanganan Covid-19 di Cirebon dan sekitarnya.

RS Paru Sidawangi menyiapkan dua kamar isolasi dengan kapasitas empat pasien. Bahkan, sepekan ke depan, kapasitas isolasi meningkat hingga 20 tempat tidur. Ruangan itu merupakan bangunan yang akan dirobohkan untuk pembangunan gedung baru senilai Rp 95 miliar di rumah sakit.

RSUD Waled juga menambah ruangan isolasinya dari lima menjadi 15 tempat tidur. Adapun RSUD Arjawinangun bakal menambah ruangan isolasi dari lima menjadi 12 tempat tidur. Delapan rumah sakit swasta di Kabupaten Cirebon juga diminta menyiapkan ruangan isolasi jika jumlah pasien meledak.

Saat ini, tiga PDP dirawat di RSUD Waled. Jumlah ODP di Kabupaten Cirebon juga bertambah dari sebelumnya 81 orang menjadi 122 orang. Sekitar 50 ODP ditengarai pernah kontak dengan pasien positif Covid-19 yang dirawat di RSD Gunung Jati. Pihaknya terus mengawasi ODP untuk membatasi kontak dengan orang lain dan tinggal di rumah sekitar 14 hari.

RSUD Arjawinangun, RSUD Waled, dan RS Paru Sidawangi menjadi rujukan lapis kedua untuk penanganan Covid-19 di Cirebon dan sekitarnya.

Perang Kedondong

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Dua patung macan putih, simbol Kerajaan Pajajaran, terpajang di kompleks Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (20/12/2019). Patung itu menjadi simbol toleransi antarumat beragama di Cirebon.

Sayangnya, lonjakan ODP dan PDP tidak diimbangi ketersediaan dokter spesialis paru yang menangani Covid-19. Di RSD Gunung Jati, misalnya, terdapat tiga dokter spesialis paru. Namun, hanya seorang dokter yang aktif. Satu dokter bakal pensiun dan lainnya cuti hamil.

”Kami punya tiga dokter spesialis paru. Tetapi, satu dokter punya jabatan struktural, sedangkan dua lainnya merupakan dokter tamu yang datang dua kali seminggu. Perlu kerja sama dengan rumah sakit lain,” tutur Lucya Agung Susilawati, Direktur RS Paru Sidawangi.

Soal ini, Dinas Kesehatan Kota dan Kabupaten Cirebon serta sejumlah rumah sakit swasta sepakat untuk saling mengirimkan dokter yang menangani Covid-19. Seperti surat izin penugasan pun bukan kendala administrasi. Cukup melapor ke dinkes setempat.

Selain itu, pemerintah daerah tengah berupaya menuntaskan masalah kekurangan alat pelindung diri bagi tenaga medis. Pemkot Cirebon menyiapkan biaya tak terduga (BTT) sekitar Rp 2 miliar untuk menangani Covid-19, termasuk penambahan APD. Sementara Pemkab Cirebon menyediakan Rp 7,5 miliar.

”Bahkan, kami siap mengalokasikan ulang Rp 42 miliar dari DAK (dana alokasi khusus) untuk penanganan Covid-19. Kami membutuhkan petunjuk payung hukum soal ini,” kata Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis.

Baca juga : Korona dan Waspada Pangan 

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Ahmad Muhidin (24), kiri, bercerita tentang sepinya penumpang setelah pemerintah memutuskan meliburkan sekolah dan sejumlah kampus di Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (17/3/2020). Keputusan itu untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19, tetapi merugikan pengemudi ojek daring seperti Ahmad karena kesulitan mendapatkan penumpang.

Bupati Cirebon Imron Rosyadi juga bakal menggunakan BTT untuk memberikan bantuan sosial kepada ODP yang harus menjalani isolasi sehingga tidak bekerja selama 14 hari. Dengan begitu, mereka tidak perlu pusing memikirkan pekerjaan demi menyambung hidup sementara waktu.

Sekitar 125 petugas di Makam Sunan Gunung Jati menurut rencana juga akan mendapatkan kompensasi selama area wisata religi itu ditutup karena Covid-19. Kunjungan wisatawan di tempat itu mencapai 1.000 orang per hari. ”Kapan dimulai? Kami masih menunggu arahan Pak Bupati,” ucap Eni.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Cirebon Ahmad Fariz mengatakan, selain mengisolasi ODP dan PDP, kunci mencegah penularan Covid-19 adalah deteksi dini melalui tes massal. Sayangnya, alat deteksi masih bergantung pada Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan di Jakarta.

Edy menambahkan, hasil tes swab pasien terkait Covid-19 juga harus menunggu hasil dari Balitbangkes. ”Waktunya bisa sampai 10 hari. Ini keterlambatan konfirmasi. Artinya, pasien semakin lama di ruangan isolasi. Padahal, banyak yang mau masuk. Di tingkat puskesmas, masyarakat juga mulai khawatir dan memeriksa kesehatan kalau batuk dan demam. Kunjungan puskesmas meningkat sampai 70 persen,” tuturnya.

Jangan sampai keterlambatan penanganan oleh pemerintah membuat skenario terburuk penyebaran Covid-19 terjadi di Cirebon. Sejarah sudah memberi pelajaran berharga.

Pada abad ke-17, pemerintahan di Cirebon dan pejabat VOC justru menjadi sumber bencana bagi rakyat. Dalam buku Zaenal Masduqi berjudul Cirebon, dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial (2011) terungkap, rakyat dieksploitasi dengan bekerja rodi sehingga kelaparan dan sakit.

Sekitar 50 orang meninggal setiap hari pada 1773 dan 1775 karena wabah penyakit. Masa kelam itu turut memicu pemberontakan tokoh-tokoh keturunan keraton 1806-1818 yang juga dikenal dengan Perang Kedondong.

Pada abad ke-17, pemerintahan di Cirebon dan pejabat VOC justru menjadi sumber bencana bagi rakyat. Masa kelam itu turut memicu pemberontakan tokoh-tokoh keturunan keraton 1806-1818 yang juga dikenal dengan Perang Kedondong.

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Jajaran Pemerintah Kota Cirebon, Pemerintah Kabupaten Cirebon, dan perwakilan rumah sakit di Cirebon menggelar rapat koordinasi penanganan penyakit Covid-19 di Balai Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (19/3/2020). Dalam pertemuan itu terungkap bahwa rumah sakit rujukan Covid-19 masih kekurangan alat pelindung diri, ruangan isolasi, dan dokter spesialis paru.

Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati berjanji, pihaknya akan mengerahkan segala daya untuk menanggulangi Covid-19. Namun, ia membutuhkan kerja sama berbagai pihak, termasuk masyarakat.

Warga, misalnya, diminta tetap di rumah dan menghindari kerumunan. Kalaupun harus keluar rumah, warga perlu menjaga jarak dan meningkatkan daya tahan tubuh. ”Dalam kondisi sulit seperti ini, kita harus bersama-sama melawan pandemi Covid-19,” ujarnya.

Wabah penyakit adalah ujian bagi kebersamaan. Tidak hanya mematikan, jika tak tertangani, memicu kericuhan massal yang dampaknya pasti tak terkira. Harapannya, kejadian ini menjadi pemicu semua pihak bergandengan tangan menuju kebaikan.

Baca juga : Kematian akibat Covid-19 di Italia Kini Terbanyak di Dunia 

Let's block ads! (Why?)



"masa" - Google Berita
March 20, 2020 at 03:40PM
https://ift.tt/2xfcJZP

Mitigasi Bersama Halau Covid-19 Rusak Masa Depan - kompas.id
"masa" - Google Berita
https://ift.tt/2lkx22B

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Mitigasi Bersama Halau Covid-19 Rusak Masa Depan - kompas.id"

Post a Comment

Powered by Blogger.