Liputan6.com, Jakarta - Wabah Covid-19 sejauh ini telah memukul sektor perekonomian. Banyak pelaku usaha kelimpungan terhambat bisnisnya. Restrukturisasi kredit pun menjadi salah satu opsi mengurangi beban di masa krisis ini.
Di Jawa Tengah misalnya, Gubernur Ganjar Pranowo mengungkapkan banyak warganya terimbas Covid-19 sehingga mata bisnisnya terganggu. Hal itu lantas berdampak pada kemampuan melunasi hutang bank atau leasing.
Dia mengaku mendapat banyak aduan soal terkait, melalui media sosial dan portal Lapor Gub. Setidaknya, ada 371 aduan terkait kesulitan mengurus keringanan kredit.
Untuk itu gubernur berharap jajarannya bisa segera merampungkan masalah tersebut. Sehingga, di tengah pandemi Covid-19 warga Jateng tetap berdaya.
“Bapak dan ibu bisa konsultasi untuk mendapatkan keringanan kredit. Baik itu penurunan suku bunga, perpanjangan jangka kredit, pengurangan tunggakan pokok, bunga dan penambahan kredit atau pembiayaan serta konversi kredit jadi penyertaan modal sementara,” katanya, seperti dilansir jatengprov.go.id.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah meluncurkan sistem informasi dan nomor aduan restrukturisasi kredit. Melalui media ini warga bisa mengadu atau berkonsultasi tentang kesulitan membayar kredit di bank atau lembaga keuangan lain.
Sistem dan nomor aduan itu untuk mempermudah warga yang sedang kesulitan melakukan pembayaran hutang pada lembaga keuangan.
“Untuk memudahkan mendapat informasi kami menyediakan portal aduan dan konsultasi di kreditcenter.jatengprov.go.id. Atau bisa menelpon di Call Center 0813-2516-3300 dan 0878-3477-7466,” ujar Ganjar.
Nantinya hasil konsultasi akan ditindaklanjuti dengan melibatkan OJK Jateng, Perbarindo, Perbanas dan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI). Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jateng, per 16 April 2020 sudah ada 72.699 nasabah yang telah disetujui restrukturisasi kredit. Jumlah kredit mencapai Rp6,8 triliun.
3 Langkah Restrukturisasi Kredit
Ivan Garda, Advokat Restrukturisasi dari Pusat Advokasi dan Restrukturisasi Bisnis Indonesia, mengatakan, dalam melakukan inisiatif restrukturisasi mandiri dapat digunakan cara nonlitigasi dan litigasi. Untuk debitur yang relasi kewajibannya sederhana misalnya hanya memiliki satu kreditur saja, maka cara nonlitigasi bisa sangat efektif dengan tunduk pada asas-asas KUHPerdata.
“Sedangkan untuk debitur yang memiliki kewajiban yang kompleks terhadap para kreditur maka cara litigasi sangat diperlukan,” jelasnya dalam keterangan tertulis
Cara ligitasi itu dengan memanfaatkan berbagai fasilitas perlindungan hukum dalam Undang-Undang Tahun 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUPKPU). Untuk saat ini UUPKPU merupakan regulasi yang paling komprehensif memfasilitasi restrukturisasi kewajiban debitur pada kreditor.
Berikut tiga langkah restrukturisasi dengan cara litigasi.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam melakukan restrukturisasi adalah melakukan penilaian kemampuan usaha yang selanjutnya dikomparasikan terhadap kewajiban-kewajiban yang ada.
Restrukturisasi digunakan untuk menjembatani kemampuan usaha dengan kewajiban-kewajiban yang ada. Ketika restrukturisasi tidak mampu menjembatani kemampuan dengan kewajiban maka restrukturisasi tersebut akan gagal, dan perusahaan mengarah pada kebangkrutan.
Langkah kedua adalah mengaktualisasikan proyeksi tersebut dalam proposal yang diajukan pada para kreditur dengan tujuan agar utang dapat terkendali. Restrukturisasi yang baik mengarahkan debitur menjadi pengendali utang, sebaliknya restrukturisasi yang tidak berkualitas justru menempatkan posisi utang sebagai pengendali debitur.
Langkah ketiga adalah menuangkan hasil restrukturisasi tersebut dalam bentuk kesepakatan atau jika ditempuh metode litigasi menuangkan dalam bentuk putusan pengadilan. Langkah formil ini penting untuk menjamin adanya kepastian hukum atas restrukturisasi tersebut.
Langkah-langkah di atas memang tidak mudah di mana diperlukan kemampuan hukum yang detail sekaligus kemampuan perhitungan bisnis yang cermat. Namun saat ini tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan sektor usaha, di mana langkah restrukturisasi adalah langkah yang paling signifikan.
Restrukturisasi Mandiri
Ivan Garda menambahkan, stimulus restrukturisasi pemerintah sejauh ini hanya berupa relaksasi relasi perbankan dengan debitornya sangat terbatas. Di antaranya berupa penilaian status debitur serta penyediaan dana tambahan berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau kredit sampai dengan Rp 10 miliar. Sementara untuk kredit di atas Rp 10 miliar, penilaian status debitur tetap mengacu pada ketentuan yang telah ada.
Restrukturisasi dari pemerintah hanya terkait relasi parsial debitur dengan lembaga keuangan perbankan dan non perbankan. Sedangkan pada kenyataannya, relasi usaha jauh lebih kompleks karena mencakup juga relasi supplier, karyawan, perbankan asing, dan relasi-relasi kewajiban lainnya.
Namun, kata dia, bukan berarti restrukturisasi yang ditawarkan pemerintah harus diabaikan. Sebaliknya harus dimanfaatkan dan dimaksimalkan sepanjang sesuai dengan kebutuhan debitor. Hanya, dia menandaskan, langkah inisiatif restrukturisasi dari debitur secara mandiri jauh lebih signifikan dalam menyelamatkan usaha.
Menurut Ivan, pelaku usaha tidak bisa hanya mengandalkan fasilitas restrukturisasi dari pemerintah. Sebab program restrukturisasi dari pemerintah bersifat stimulus sehingga tidak mempunyai kemampuan komprehensif untuk melakukan penyelamatan sektor riil.
Saat ini pemerintah berusaha keras merealisasikan stimulus yang di antaranya berupa insentif fiskal, nonfiskal, keuangan, insentif bantuan langsung pada masyarakat terbawah, dan insentif pariwisata selain tentunya insentif langsung pada dunia kesehatan.
Saksikan Video Pilihan Ini
"masa" - Google Berita
April 28, 2020 at 04:18AM
https://ift.tt/2YhHTey
3 Langkah Restrukturisasi Kredit di Masa Pandemi Corona Covid-19 - Liputan6.com
"masa" - Google Berita
https://ift.tt/2lkx22B
Bagikan Berita Ini
0 Response to "3 Langkah Restrukturisasi Kredit di Masa Pandemi Corona Covid-19 - Liputan6.com"
Post a Comment